1.
Tarian Te’orenda dan Lagu
Te’o Renda.
Tarian ini biasanya ditarikan utnuk menyambut tamu/pejabat
dan pada kegiatan-kegiatan suka cita di kalangan masyarakat serta dilakukan
secara berkelompok manpun massal. Lagu Te’o Renda, biasanya dinyanyikan oleh
para pencinta musik sasandu dengan syair yang menggambarkan wujud ucapan syukur
kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan para leluhur atas hasil panen yang mereka
peroleh.
Lagu ini dinyanyikan dengan penuh semangat dan sukacita
ketika hasil panen yang berlimpah itu telah dibawa ke rumah. Lagu Te’o Renda
ini juga dinyanyikan atau disyairkan untuk menyambut para tamu atau pembesar yang
berkunjung sebagai wujud nyata bahwa rakyat atau masyarakat di tempat itu
menyambut para tamu tersebut dengan senang hati dan suka cita.
2.
Tari
Kaka Musuh
Tari Kaka Musuh/tari perang merupakan tari tradisional daerah
Rote. Tarian ini menggambarkan kesiapan prajurit dalam menghadapi musuh. Selain
itu, Kaka Musuh juga dipakai sebagai tari pengiring pasukan ke medan perang.
Manfaat sekarang biasa dipakai untuk menyambut pembesar yang berkunjung ke
daerah Rote, dan juga dipakai pada acara-acara adat lainnya seperti upacara
kematian, pesta perkawinan, serta rumah baru dan acara-acara adat lainnya.
Tarian Kaka Musuh sangat populer di Rote Ndao, diciptakan oleh seorang panglima
tradisional dari Kerajaan Thie bernama Nalle Sanggu + pada abad 17 yang silam
oleh karena di masa itu Kerajaan Thie menghadapi perang dari beberapa kerajaan
di Rote yakni Kerajaan Dengka, Termanu, dan Keka. Ini akibat adu domba oleh
kolonial Belanda.
3.
Tari
Tai Benuk
Tari Tai Benuk merupakan tari tradisional/tari pergaulan yang
sangat popular dalam masyarakat Rote Ndao, biasa digelarkan pada acara adat
seperti upacara perkawinan adat/pernikahan, peminangan, pelantikan tokoh adat,
pesta rumah baru, dan sebagainya.
4.
Tari
dan lagu Ovalangga
Tari dan lagu Ovalangga merupakan tari garapan baru daerah
Rote, yang sudah populer, yang menggambarkan sebuah kenangan pahit yang menyedihkan
dilakukan oleh tentara Jepang terhadap rakyat di Pulau Rote pada tahun 1942. Kaum
laki-laki dipaksa berlayar ke Kupang untuk kerja paksa. Mereka sedih karena
tinggalkan istri anak, dan keluarga sehingga lagu Ovalangga sebagai lagu
kenangan di masa penjajahan.
Lagu Ofa Langga diciptakan pada tahun 1945 di Rote, tepatnya
di Pelabuhan Pantai Baru pada masa penjajahan Jepang. Lagu ini menggambarkan
tentang kehidupan orang Rote ketika menghadapi masa sukar sulit pada masa
kolonial Jepang di mana semua orang laki-laki di bawa oleh tentara Jepang ke
Kupang untuk dipekerjakan secara paksa (Romusha) bagi kepentingan kolonial.
Ketika mereka berkumpul di Pelabuhan Pantai Baru menanti kapal atau perahu yang
akan membawa mereka ke Kupang, kesedihan itu muncul tatkala mengingat akan
istri, anak dan sanak saudara yang ditinggalkan di kampung halaman. Dalam suasana hati sedih dan haru itulah
terciptalah lagu Ofa Langga. Ofa Langga berasal dari kata ofa atau Ofak yang
berarti perahu atau kapal dan Langga yang berarti Kepala. Lagu ini juga
biasanya dinyanyikan oleh para penyadap lontar ketika sedang menyadap lontar
karena mengenang kisah pada masa penjajahan Jepang itu.
5.
Tari
Sakaliti
Tari Sakaliti merupakan tari garapan baru, menggambarkan para
petani sadap lontar bersiap-siap menyambut musim sadap lontar (musim gula/tuak)
dengan senang hati dan bersukaria karena gula/tuak merupakan penghasilan pokok
bagi orang Rote untuk kehidupan ekonominya.
0 komentar:
Posting Komentar